Jumat, 14 Mei 2010

Jarak Pengereman

Setiap jenis kendaraan yang bergerak pasti memiliki rem termasuk kereta api yang terdiri dari lokomotif dan rangkaiannya (kereta / gerbong). Masing-masing jenis kendaraan tersebut memiliki karakteristik pengereman tersendiri, dan masing-masing karakteristik pengereman tentunya memiliki jarak pengereman (stoping distance) yang berlainan pula.

Jarak pengereman kereta api adalah jarak yang dibutuhkan mulai saat masinis menarik tuas (handle) rem dengan kondisi pelayanan pengereman penuh (full brake) sampai dengan kereta api benar-benar berhenti.

Yang dimaksud dengan pengereman penuh (full brake) pada rangkaian kereta api yang dilengkapi peralatan pengereman udara tekan (Westinghouse) adalah menurunkan tekanan udara pada pipa utama sebesar 1,4 – 1,6 kg/cm2 (1,4 – 1,6 atm) melalui tuas pengereman yang dilakukan masinis di lokomotif yang menyebabkan tekanan maksimum pada silinder pengereman kereta / gerbong mencapai 3,8 kg/cm2 (3,8 atm) pada masing-masing kereta / gerbong.

Jarak pengereman (L) dihitung dalam meter (m) sangat penting pengaruhnya pada kereta api sebagai bahan acuan bagi masinis kapan saatnya harus menarik tuas rem dan memulai pengereman untuk dapat berhenti pada waktu dan tempat yang ditentukan harus berhenti.

Dalam keadaan normal dimana kereta api yang berjalan dalam kecepatan penuh dan masinis menyadari bahwa kereta apinya harus berhenti di depan suatu sinyal karena tertahan oleh semboyan 7 (sinyal tidak boleh dilalui) maka masinis harus memperkirakan jarak pengereman dimana harus mulai menarik tuas rem sampai dengan kereta api harus dapat berhenti di muka sinyal tersebut.

Dalam pemeriksaan atau penyidikan kecelakaan kereta api, jarak pengereman dapat mengungkap penyebab suatu kecelakaan kereta api misalnya tabrakan kereta api frontal di jalan bebas, suatu kereta api menabrak kereta api lain dari belakang di jalan bebas, suatu kereta api menabrak kereta api lain di emplasemen stasiun atau suatu kereta api menabrak kendaraan jalan raya yang mogok di jalan perlintasan.

Analisis lapangan dan analisis terhadap kondisi teknis pengereman kereta api tersebut dapat mengungkap penyebab kecelakaan yaitu apakah disebabkan faktor teknis (technical error) atau faktor kesalahan operator (human error). Di lapangan dapat dihitung jarak yang tersedia untuk melakukan pengereman mulai dari lokasi tabrakan sampai dengan lokasi dimana masinis sudah dapat melihat benda / kereta api lain yang menghalangi kereta apinya yang dihitung dalam asumsi kecepatan penuh.

Analisis terhadap kondisi teknis pengereman kereta api dimaksudkan untuk mendapatkan data apakah kereta api tersebut memiliki peralatan pengereman yang seharusnya menurut syarat-syarat teknis pengereman yang ditetapkan atau tetap dioperasikan dalam kondisi menyimpang dari peraturan teknis pengereman yang ditetapkan.

Dari kondisi tersebut maka dapat diketahui apakah penyebab tersebut akibat masinis terlambat melayani tuas pengereman, jarak yang tidak mencukupi atau faktor teknis peralatan yang di bawah standar yang ditentukan. Kondisi lain yang dapat diasumsikan adalah jika “masinis tertidur” apakah peralatan “dedman pedal” atau “automatic emergency brake” dapat bekerja baik dalam situasi kecepatan penuh untuk melakukan pengereman penuh mulai dari lokasi dimana diasumsikan masinis mulai tertidur.

Pelayanan peralatan pengereman kereta api dapat bekerja dengan 3 cara yaitu dilayani oleh masinis dari lokomotif, dilayani secara otomatis oleh sistem pengamanan di lokomotif melalui peralatan yang disebut “dead-man pedal” atau “automatic emergency brake” serta oleh awak kereta api dalam rangkaian dengan menarik tuas “emergency brake” yang tersedia pada setiap kereta / gerbong.

Faktor Yang Berpengaruh Pada Jarak Pengereman

* Kecepatan Kereta Api
* Semakin tinggi kecepatan kereta api maka semakin panjang jarak pengereman.
* Kemiringan / lereng (gradient) jalan rel.
* Kemiringan jalan rel berpengaruh terhadap jarak pengereman dengan 2 kemungkinan yaitu menambah jarak pengereman jika lereng menurun atau mengurangi jarak pengereman jika lereng menanjak.
* Prosentase Gaya Pengereman

Prosentase gaya pengereman adalah besaran gaya pengereman yang bekerja dibandingkan dengan berat kereta api yang akan dilakukan pengereman dikalikan dengan 100%. Semakin kecil besaran gaya pengereman maka akan semakin panjang jarak pengereman. Kasus besaran gaya pengereman tidak dapat mencapai angka 100% dipengaruhi oleh jumlah kereta / gerbong yang tidak bekerja atau tidak dilayani dalam suatu rangkaian kereta api.

Perhitungan Jarak Pengereman
Faktor-faktor tersebut di atas kemudian dibuat rumus untuk menghitung jarak pengereman dengan berbagai besaran faktor yang mempengaruhinya. Terdapat beberapa rumus fisika untuk menghitung jarak pengereman yaitu Pedelucq dan Minden.

Lokomotif Diesel


Salah satu keunikan kereta api adalah dipisahkannya penggerak dan alat angkut kendaraan, tidak seperti kendaraan jenis lainnya dimana motor penggerak kendaraan menjadi satu bagian dengan kendaraan tersebut. Keunggulan lainnya adalah kereta api dapat dipisah-pisahkan disesuaikan dengan kebutuhan angkutan, begitu juga terhadap jenis penggerak dapat disesuaikan dengan kebutuhan angkutan.

Kendaraan penggerak kereta api umumnya disebut lokomotif sedangkan bagian lain yang dirangkaikan sebagai alat angkut disebut kereta atau gerbong. Keuntungan memisahkan lokomotif dengan rangkaiannya adalah pada saat terjadi gangguan atau kerusakan pada lokomotif, maka hanya lokomotif yang diganti dengan tidak perlu memindahkan seluruh orang / barang yang diangkutnya.

Lokomotif berdasarkan fungsinya terdiri atas lokomotif penarik dan lokomotif langsir, sedangkan berdasarkan jenis / tipe lokomotif terdiri atas lokomotif besar, lokomotif sedang dan lokomotif kecil. Biasanya pengklasifikasian lokomotif tersebut adalah berdasarkan pada kemampuan daya tarik yang dihitung dalam satuan “daya kuda”.

Pemilihan pembelian lokomotif di suatu negara tergantung pada kebutuhan negara tersebut dengan pertimbangan topografi wilayah, jenis angkutan di suatu wilayah dan tekanan gandar yang diijinkan dalam suatu wilayah. Selain itu dipertimbangkan pula segi efisiensi dan efektifitas operasionalnya. Misalnya untuk mengangkut angkutan yang berat secara terus menerus maka tidak perlu menggunakan beberapa lokomotif dengan daya kuda yang kecil atau sedang, namun cukup menggunakan satu atau dua unit lokomotif dengan daya kuda yang besar.

Penggunaan beberapa unit lokomotif untuk menarik satu rangkaian berat akan mempengaruhi pemakaian bahan bakar yang lebih banyak dibandingkan memakai satu unit lokomotif dengan daya kuda yang besar. Sebaliknya untuk menarik rangkaian dengan berat yang ringan atau sedang akan sangat tidak efisien jika menggunakan satu unit lokomotif besar.

Lokomotif dalam satu negara sebaiknya menggunakan jenis mesin dan sistem transmisi yang sama untuk memudahkan pemeliharaan dan penyediaan suku cadang. Kendalanya adalah masing-masing sistem memiliki karakteristik dan keunggulan tersendiri, misalnya lokomotif dengan sistem transmisi hidrolik akan bertahan berjalan di wilayah yang sering banjir namun lemah dalam melalui lintas pegunungan. Sebaliknya lokomotif dengan sistem transmisi elektrik memiliki kemampuan yang baik di lintas pegunungan namun tidak berdaya jika harus melalui daerah banjir.

Khusus di Indonesia sengaja memilih dua sistem tersebut karena topografi lintas jalan rel yang terdiri atas lintas pegunungan dan jalan datar yang rawan banjir. Masalahnya adalah menentukan jumlah pembelian lokomotif agar sesuai dengan jumlah angkutan yang dibutuhkan. Perhitungan menjadi semakin rumit bila dimasukkan lagi beberapa kemungkinan-kemungkinan dalam teknis operasional kereta api.

Berat lokomotif sangat berpengaruh dalam menentukan daya tarik, karena daya tarik maksimum yang dihasilkan merupakan perkalian dari koefisien adhesi dan berat lokomotif pada gandar roda yang menghasilkan gerak (gandar roda penggerak). Biasanya jika berat lokomotif tidak dapat ditahan oleh gandar roda penggerak maka ditambahkan gandar roda tambahan yang tidak diberi penggerak (tenaga) namun ikut menanggung beban berat lokomotif.

Kasus kebalikannya terjadi setelah ditemukan bahan yang lebih ringan untuk pembuatan lokomotif. Berat lokomotif yang dibagi pada masing-masing gandar roda penggerak ternyata lebih ringan dari tekanan gandar yang diharapkan untuk mendapatkan daya tarik maksimum, maka solusinya pada beberapa jenis lokomotif ditambahkan pemberat agar tiap-tiap gandar roda penggerak memiliki beban tertentu agar dapat mencapai daya tarik maksimum yang diharapkan.

Susunan gandar lokomotif dijadikan dasar sebagai klasifikasi lokomotif. Berdasarkan UIC code 612 klasifikasi penomoran lokomotif dibagi atas lokomotif tanpa menggunakan bogie dan lokomotif menggunakan bogie. Lokomotif tanpa bogie banyak ditemukan pada lokomotif uap sedangkan pada lokomotif diesel umumnya sudah menggunakan bogie.

Tanpa menggunakan bogie

Menggunakan bogie

Susunan Gandar

Notasi

Susunan Gandar

Notasi

< oO
< oOo
< OO
< OOO
< OOOO
< OOOOO
<>
1A
1A1
B
C
D
E
F
< OO + OO
< oOOo + oOOo
<>
BB
1B1 1B1
CC

< = arah maju

o = bukan roda penggerak

O = roda penggerak


Dalam hal tiap-tiap gandar dalam satu unit bogie digerakkan masing-masing oleh motor penggerak maka dibelakang notasi tersebut diberi huruf o. Misalnya sebuah lokomotif yang memiliki 2 unit bogie dengan setiap bogie memiliki 3 gandar penggerak dan masing-masing gandar memiliki motor penggerak sendiri maka notasinya menjadi CoCo.

Di Indonesia selain menggunakan notasi tersebut dikenal juga nomor seri. Nomor seri lomotif yang dikenal misalnya CC200, CC201, CC202, CC203, CC204, BB200, BB201 dan seterusnya misalnya BB301, BB302, BB303, BB304.

Selain seri dipergunakan nomor urut pembuatan yang dituliskan sebagai berikut CC20101 yang diartikan lokomotif diesel dengan dua bogie masing-masing dengan tiga gandar penggerak, jenis transmisi elektrik tipe kedua dengan nomor urut pembuatan nomor satu.

Umumnya motor diesel yang digunakan pada lokomotif terdiri atas dua jenis yaitu putaran rendah dan puratan tinggi. Keuntungan motor diesel putaran rendah adalah tingkat keausan bahan rendah sehingga memiliki usia relatif lebih lama. Keuntungan motor diesel putaran tinggi adalah memiliki berat yang lebih ringan dari motor diesel putaran rendah dengan daya kuda yang sama, sehingga dengan berat motor diesel yang sama motor diesel putaran tinggi memiliki daya kuda yang lebih tinggi.

Penggunaan motor diesel untuk lokomotif semakin pesat dengan ditemukannya sistem transmisi hidrolik dan elektrik. Transmisi elektrik memiliki keunggulan dalam segi perawatan dibanding transmisi hidrolik yang sangat sensitif terhadap kebocoran yang terjadi. Seorang teknisi akan lebih memilih merawat sebuah generator ketimbang kebocoran pada transmisi hidrolik, walaupun berat transmisi hidrolik jauh lebih ringan dibandingkan berat transmisi elektrik.

Pada lokomotif kecil umumnya menggunakan sistem transmisi mekanik, yaitu proses penyaluran gaya yang dihasilkan motor diesel ke roda penggerak dilakukan melalui pasangan roda gigi yang perpindahannya dilakukan dengan menekan tuas (handle). Antara motor diesel dan roda gigi dipasang peralatan “kopling” berupa kopling mekanik, pneumatik, hidrolik atau elektromagnetik yang fungsinya adalah memisahkan kontak antara motor diesel dengan roda penggerak sewaktu melakukan perpindahan roda gigi.

Transmisi hidrolik dibedakan menjadi transmisi hidrostatik dan transmisi hidrodinamik. Transmisi hidrostatik menggunakan energi potensial untuk meneruskan energi dari motor diesel. Cairan perantara dipompa dengan pompa torak menjadi cairan bertekanan, kemudian disalurkan ke silinder torak untuk menurunkan tekanan cairan tersebut yang kemudian diubah menjadi gerak tolak-tarik.

Transmisi hidrodinamik menggunakan energi kinetik dari cairan untuk meneruskan energi dari motor diesel. Energi putar dari motor diesel digunakan untuk memompa cairan perantara, kemudian cairan yang keluar dari pompa tersebut digunakan untuk memutar turbin. Setelah melalui turbin maka cairan tersebut disalurkan kembali ke dalam bak penampungan. Selanjutnya proses itu berulang hingga motor diesel dimatikan.

Transmisi hidrolik yang dibuat Fottinger dibuat lebih sederhana dimana bangunan pompa dan turbin dirapatkan sehingga tidak memerlukan pipa untuk menyalurkan cairan sehingga menjadi lebih kompak dan ringan.

Energi yang diterima turbin kemudian disalurkan melalui gardan ke roda penggerak yang sehingga berat total motor diesel dan transmisi hidrolik menjadi ringan yang menyebabkan seluruh roda lokomotif dapat dijadikan sebagai roda penggerak. Umumnya motor diesel yang digunakan pada transmisi hidrolik adalah motor diesel putaran tinggi.

Transmisi elektrik menggunakan gaya dari motor diesel untuk mebangkitkan energi listrik melalui sebuah generator. Energi listrik yang dihasilkan disalurkan ke motor listrik (motor traksi) untuk menggerakkan roda penggerak. Umumnya motor diesel yang digunakan pada transmisi elektrik adalah motor diesel putaran rendah yang mengakibatkan berat motor diesel dan generator menjadi lebih berat.

Lokomotif langsir umumnya berbentuk lebih kecil menggunakan motor diesel dengan kekuatan rendah kurang lebih 200 daya kuda dan menggunakan transmisi hidrolik.

Subscribe Now: google

Add to Google Reader or Homepage